MANADO, Asumsi.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi pada Pemerintah Daerah (Pemda) se Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
RDP dalam rangka peningkatan sinergi antar lembaga dan implementasi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pelaksanaan tugas pencegahan,
koordinasi, dan monitoring pemerintah daerah.
RDP tersebut mengangkat tema: Evaluasi Program Pemberantasan Korupsi Tahun 2023.
Kegiatan yang dipimpin langsung oleh Ketua KPK RI Nawawi Pomolango, itu berlangsung di Ruang Mapalus Kantor Gubernur Sulut, pada Rabu (6/3/2024).
Dihadiri para Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan jajaran Pemerintah Daerah serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Sulut.
Dalam arahan Nawawi Pomolango mengatakan, KPK adalah lembaga negara yang dalam pelaksanaan tugasnya bersifat independen, dimana tugas dan fungsinya antara lain pencegahan, koordinasi, monitor, supervisi, penindakan, eksekusi.
“UU nomor 19 tahun 2019 menyatakan bahwa KPK bertugas melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi, namun hal tersebut tidak dapat tercapai tanpa ada sinergitas semua pihak,” kata Ketua KPK.
Lanjut Nawawi, misi KPK ada empat yang meliputi, pertama misi KPK adalah meningkatkan upaya pencegahan melalui perbaikan sistem pengelolaan administrasi lembaga Negara dan pemerintah yang antikorupsi.
Kedua, meningkatkan upaya pencegahan melalui pendidikan antikorupsi yang komprehensif. Ketiga, pemberantasan tindak pidana korupsi yang efektif, akuntabel, profesional, dan sesuai dengan hukum. Keempat, meningkatkan akuntabilitas, profesionalitas dan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang.
Sementara, Tugas dan Wewenang KPK menurut Nawawi tertuang dalam UU Nomor 19 tahun 2019, diantaranya:
1. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi. 2. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik. 3. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. 4. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. 5. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. 6. Melakukan tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Selain itu, Nawawi Pomolango juga mengungkapkan bahwa KPK tengah melakukan peningkatan status beberapa kasus yang menyangkut pemeriksaan LHKPN sesuai UU nomor 7 tahun 2020.
Nawawi mengatakan, berkaitan dengan Monitoring Centre for Prevention atau MCP untuk Provinsi Sulut berada ditingkat pertama.
“Indeks MCP Provinsi Sulut berada di tingkat pertama 90,47%, sementara untuk Indeks Integritas (SPI) terbaik diraih Kabupaten Minahasa Tenggara 76,64%,” kara Nawawi.
Nawawi menekankan beberapa hal yang menjadi perhatian di Provinsi Sulut. Diantaranya, temuan audit internal dan eksternal yang masih banyak belum ditindaklanjuti.
Kemudian, Pelaporan LHKPN 2023 sesuai data sampai 5 Maret 2024 presentasenya masih rendah, baru 4 Pemda dan 2 DPRD yang telah 100%. Belum optimalnya tugas dan fungsi APIP dikarenakan kekurangan SDM, Anggaran, Kompetensi dan sarana prasarana pengawasan.
Lalu, PAD belum optimal (potensi dari pajak yang belum dioptimalkan). Kualitas infrastruktur dari PBJ yang masih rendah. Ditemukan proyek-proyek infrastruktur Pemda bersumber dari APBD/DAK/PEN dan atau tugas pembantuan yang mangkrak atau tidak selesai/belum termanfaatkan.
Serta, RTRW dan RDTR sebagai basis penggunaan OSS belum ditetapkan sehingga berpotensi menghambat perizinan.
Oleh karena itu, Nawawi Pomolango berharap perlu adanya perhatian semua pihak.
“Pelaporan diharapkan sesuai dengan kenyataan. Selain itu, budaya hidup sederhana perlu ditingkatkan, guna mencegah munculnya niat melakukan tindak pidana korupsi,” tegasnya. (*/Dolvin)