Oleh: Marlista, S.Pd
Kita ketahui bersama bahwa anak adalah anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada seorang perempuan yang memiliki status sebagai seorang ibu. Ketika anak itu dilahirkan di muka bumi, betapa bahagianya hati seorang ibu. Bagaimana tidak, perjuangan yang tidak dikatakan mudah, jatuh bangun ketika mengandung seorang anak kurang lebih 9 bulan lamanya. Tetapi disisi lain terdapat juga seorang ibu yang menelantarkan anaknya pasca dilahirkan disebabkan karena hasil perzinaan. Dan hal tersebut menjadi akar terbesar di tengah-tengah masyarakat saat ini. Sungguh sangatlah berdosa para pemimpin bangsa ini tatkala menelantarkan anak-anak Indonesia, yang berujung menjadi anak jalanan, bahkan preman jalanan.
Kasus Penelantaran Bayi Akibat Hasil Perzinaan
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rini Handayani mengatakan “kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menunjukkan masih adanya pengasuhan tidak layak anak”.
Rini menerangkan, sepanjang Januari-April 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya di Kota Banjarmasin. Salah satunya adalah seorang balita yang sudah dikembalikan kepada orang tuanya yang belum berstatus menikah.
Kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, menunjukkan masih adanya pengasuhan tidak layak anak, terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. Penelantaran anak dimungkinkan juga banyak terjadi mengingat banyak kasus dispensasi menikah yang disebabkan karena hamil di luar nikah .
Berkaca dari kasus ini, Rini menegaskan pentingnya upaya pencegahan tindakan pengasuhan tidak layak anak secara lebih intensif. Sebab strategi pencegahan harus dilakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030.
Perlu adanya gerakan masif bersama agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat, hingga keluarga harus bersinergi memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua. Perhatian ini menunjukkan perhatian terhadap masalah cabang, dan bukan pada akar masalah, yaitu pergaulan bebas remaja, yang memicu kehamilan tak diinginkan. Cara pandang terhadap kehidupan yang berlandaskan sekulerisme meniscayakan hal ini, mengingat kebebasan perilaku justru di biarkan oleh Negara.
Sebaran Persentase Balita Telantar di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ada 4,59% bayi di Indonesia yang telantar pada 2022. Fakta tersebut perlu menjadi perhatian serius mengingat usia balita merupakan periode emas yang sangat menentukan perkembangannya di masa depan.
Sekitar 5,02% balita telantar ada di rumah tangga dengan pengeluaran 20% teratas. Kemudian, 4,62% bali telantar berasal dari rumah tangga pengeluaran 40% terbawah. Sebanyak 4,37% bayi telantar berasal dari rumah tangga pengeluaran 40% menengah. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa ketelantaran balita tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi semata.
Menurut wilayahnya, Kalimantan Utara menjadi provinsi dengan proporsi balita telantar tertinggi di Indonesia, yakni 12,16% pada 2022. Posisinya disusul Kalimantan Tengah dengan 11,36% balita telantar. Sebanyak 8,41% balita di Maluku berstatus telantar. Kemudian, proporsinya di Sumatera Barat dan Sulawesi Barat masing-masing sebesar 7,35% dan 7,29%. Sementara, provinsi dengan proporsi bayi telantar terendah terdapat di Kalimantan Timur, yakni 3,03%. Di atasnya ada Kalimantan Barat dan Aceh dengan persentase masing-masing sebesar 3,45% dan 3,47%.
Sebagai informasi, definisi balita telantar menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 adalah seorang anak berusia lima tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tua dan/atau keluarga tidak mampu. Mereka tidak mendapatkan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan, sehingga hak-hak dasarnya tidak terpenuhi serta dieksploitasi untuk tujuan tertentu.
Kurangnya Peran Negara Terhadap Perlindungan Anak
Peran negara terhadap kasus ini sebenarnya sangat dibutuhkan. Di mana negara harus menjamin keberadaan anak-anak Indonesia dalam kebutuhan sosial, mental, maupun kebutuhan pertumbuhan atau perkembangan fisik mereka. Tetapi pada kenyataannya masih terdapat saat ini banyak anak yang anak-anak belum terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi asih hidup terlantar dan tidak mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang wajar, apalagi memadai.
Negara juga belum bisa menetapkan peraturan ketat terhadap pemutaran film dan video yang jarang disensor, peraturan terhadap bacaan-bacaan yang dapat menimbulkan rangsangan dan pengaruh bagi yang membaca dan melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual terutama oleh anak usia remaja yang dapat merusak jiwa anak tersebut. Biasanya anak-anak praremaja yang berpotensi sebagai korban dan pelaku pelecehan seksual.
Anak-anak praremaja yang menjadi korban pelecehan, akan menjadikan dirinya hamil di luar nikah. Dan akhirnya kasus pelantaran bayi ini pun akan terjadi dan dialami oleh sebagian perempuan yang kurang dipehatikan oleh negara.
Peran Khalifah di Masa Islam Terhadap Perlindungan Wanita
Khalifah atau pemimpin di masa Islam sangat berperan penting terhadap perlindungan wanita. Khalifah harus menjamin hak-hak wanita, khalifah juga harus menjaga kaum wanita dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan merendahkan martabatnya.
Bagai mutiara yang mahal harganya, Islam menempatkan wanita sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga. Atas dasar inilah kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan agar berikutnya, kaum wanita dapat menjalankan peran strategisnya sebagai pendidik umat generasi mendatang.
Islam adalah agama syariat dan aturan. Oleh karena itu ia datang untuk memperbaiki kondisi kaum wanita, mengangkat derajatnya, agar umat Islam (dengan perannya) memiliki kesiapan untuk mencapai kemajuan dan memimpin dunia.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 2/400-401).
Di antara aturan yang khusus bagi wanita adalah aturan dalam pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita. Aturan ini berbeda dengan kaum laki-laki. Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari mata-mata khianat kaum laki-laki dan tidak menjadi fitnah bagi mereka (QS. Al Ahzâb [33]: 59).
Wanita pun diperintah oleh Allah untuk menjaga kehormatan mereka di hadapan laki-laki yang bukan suaminya dengan cara tidak bercampur baur dengan mereka, lebih banyak tinggal di rumah, menjaga pandangan, tidak memakai wangi-wangian saat keluar rumah, tidak merendahkan suara dan lain-lain (QS. Al Ahzâb [33]: 33).
Semua syariat ini ditetapkan oleh Allah dalam rangka menjaga dan memuliakan kaum wanita, sekaligus menjamin tatanan kehidupan yang baik dan bersih dari perilaku menyimpang yang muncul akibat hancurnya sekat-sekat pergaulan antara kaum laki-laki dan wanita. Merebaknya perzinahan dan terjadinya pelecehan seksual adalah diantara fenomena yang diakibatkan karena kaum wanita tidak menjaga aturan Allah diatas dan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penanggungjawab mereka lalai dalam menerapkan hukum-hukum Allah atas kaum wanita.
Wallâhu a’alam bish-shawâb wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.