Oleh : Andriyani Male
Setiap tanggal 23 juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Pada tahun ini, tema Hari Anak Nasional sama dengan tahun lalu yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Berbagai acara seremonial dilakukan untuk memperingati Hari Anak Nasional.
Pada kenyataanya, setiap tahun kita memperingati Hari Anak Nasional tidak berkolerasi dengan kondisi anak-anak hari ini yang semakin banyak problematika. Kondisi anak-anak hari ini semakin miris, dimana kondisi yang paling parah adalah maraknya judi online yang bukan hanya dilakukan orang dewasa tapi sudah dilakukan oleh anak-anak. Bagaimana bisa anak-anak yang seharusnya diusia mereka belajar dan bermain tapi sudah melakukan judi online. Tapi begitulah fakta yang ada.
Dari Databoks menyebutkan bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjantoe menyebutkan, ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi melakukan judi online di Indonesia. “Sesuai data demografi pemain judi online, usia dibawah 10 tahun itu ada 2%, totalnya 80 ribu orang yang terdeteksi, “kata Hadi dalam konferensi pers,Rabu (19/6/2024). Yang berusia 10-20 tahun ada 11% (440 ribu pelaku), usia 21-30 tahun 13% (520 ribu pelaku), usia 31-50 tahun 40% (1,64 juta pelaku), dan usia di atas 50 tahun 34% (1,35 juta pelaku).
Masalah lain yang juga banyak dialami oleh anak-anak hari ini adalah masalah stunting. Dari data kementerian kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Gorontalo, Sofian Ibrahim menyebut angka stunting di provinsi Gorontalo mengalami kenaikan 3,1 persen pada tahun 2023. Data kenaikan tersebut mengacu pada hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dilakukan awal tahun 2024.
Selain Masalah stunting juga masalah yang terjadi pada anak-anak di Indonesia hari ini adalah banyaknya anak-anak yang putus sekolah. Setiap peringatan hari anak nasioanal katanya untuk memajukan anak-anak. Tapi pada kenyataanya banyak anak-anak yang berhenti melanjutkan pendidikanya. Sepanjang tahun ajaran 2022/2023, jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.
Kasus kekerasan terhadap anak-anak semakin memprihatinkan, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per januari hingga November 2023, terdapat 15.120 kasus terhadap kekerasan terhadap anak. Dari tribun gorontalo menyebutkan angka kekerasan pada anak di Provinsi Gorontalo mencapai 268 kasus sejak 1 januari 2023. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (kemenpppa) menyatakan masing-masing kasus tersebut terjadi di Kota Gorontalo sebanyak 28 kasus, kabupaten Pohuwato 31 kasus. Kabupaten Bone Bolango 67 kasus. Sementara Gorontalo Utara 28 kasus, Kabupaten Boalemo 38 kasus, dan tertinggi di Kabupaten Gorontalo sebanyak 76 kasus. Yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual pada anak, khususnya antara usia 13-17 tahun terdapat 111 kasus.
Ditambah dengan kondisi lingkungan yang semakin parah dikarenakan sistem kehidupan yang berbasis kapitalistik menyebabkan anak-anak hari ini memiliki pemikiran dan perilaku yang buruk. Sehingganya banyak anak-anak yang malah menjadi pelaku bullying, kekerasan, pelecehan, terlibat dalam narkoba, pelecehan, telibat dalam narkoba, miras, gaul bebas hingga judi online.
Memang, sejauh ini pemerintah telah membuat dan menjalankan berbagai program untuk menangani berbagai macam persoalan terhadap anak. Misalnya menjalankan peran ibu dan keluarga dalam masalah pengasuhan atau pendidikan anak, menyediakan layanan kepada anak yang membutuhkan perlindungan khusus, merintis Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) hingga negara ramah anak. Namun, solusi tersebut tidak dapat menyelesaikan berbagai permasalahan terhadap anak.
Regulasi yang ada belum menyentuh akar permasalahan persoalan anak, tidak heran peringatan yang dilakukan setiap tahunnya hanyalah bersifat seremonial belaka tanpa ada perubahan yang menyeluruh.
Akar permasalahan yang terjadi pada anak sebenarnya karena penerapan sistem sekulerisme kapitalisme liberal. Dimana sistem sekulerisme hari ini mengabaikan peran agam dalam kehidupan dan mengagungkan kebebasan. Inilah yang menjadikan tingkah laku masyarakat semakin buruk yang didorong oleh hawa nafsu dan jauh dari ketaqwaan. Hal ini yang mendorong munculnya manusia-manusia bejat yang dengan teganya melakukan kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual.
Juga sekulerisme telah menjadi asas kurikulum pengajaran pendidikan hari ini. Tidak heran generasi-generasi yang dihasilkan yaitu generasi-generasi yang berfikir bebas dan bebas bertingkah laku.
Selain itu, ekonomi kapitalistik yang diterapkan oleh negara hari ini menjadikan negara gagal dalam mensejahterakan rakyatnya baik itu dalam layanan kesehatan maupun pendidikan gratis dan berkualitas.
Penyebab permasalahan yang terjadi pada anak sudah sangat kompleks. Dimulai dari lemahnya peran keluarga dalam membina anaknya, sementara pendidikan yang diterapkan berbasis sekulerisme ditambah sistem ekonomi kapitalis yang semakin menyusahkan. Inilah hasil dari penerapan sistem sekulerisme, kapitalisme.
Islam punya pandangan yang berbeda dalam hal memandang anak. Dalam islam, Anak adalah anugerah terindah sekaligus amanah (titipan) yang Allah berikan kepada setiap orang tua. Anak adalah aset yang tinggi nilainya, karena ia akan menjadi generasi yang akan menerus peradaban.
Kemudian Negara islam akan memberikan kebutuhan dasar terhadap anak, seperti memfasilitasi pendidikan gratis dan berkualitas, layanan kesehatan, dan keamanan disetiap aspek kehidupan.
Negara islam akan mewujudkan peran dan fungsi keluarga sesuai fitrahnya, yakni mewajibkan mengasuh dan mendidik anak sesuai dengan ajaran islam agar terhindar dari siksaan yang pedih, sebagaimana firman Allah SWT :
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-tahrim:66).
Hal ini juga didukung dengan penerapan pendidikan islam, yang menjauhkan pemikiran anak-anak dari hal-hal yang rusak dan merusak seperti kapitalisme, liberalisme dan sebagainya. Pendidikan islam mewujudkan generasi yang tangguh, cemerlang dan berkepribadian islam.
Dalam negara islam, seorang pemimpin berfungsi sebagai junnah (pelindung) terhadap seluruh rakyatnya yang akan menciptakan masyarakat yang paham akan syariat islam dan membudayakn amar maruf nahi mungkarsehinggaa tercipta lingkungan yang aman bagi anak.
Seorang pemimpin dalam negara islam juga akan memenuhi kebutuhan anak dengan menyediakan lapangan pekerjaan kepada seorang ayah sebagai tulang punggung keluaragnya.
Sungguh, kehidupan yang aman dan sejahtera ini dapat dirasakan dalam negara yang menerapkan sistem islam secara kaffah (menyeluruh) dalam kehidupan.
Wallahu A’lam Bishawab